"Ariejay" Journal

it's just blog ! but pretty amaze me !

Senin, 09 Mei 2011

Cara Menghapus Label Pada Blogspot

Label yang saya buat sepertinya terlalu banyak untuk pemula, makanya saya berpikir untuk menyatukan a.k.a menyempitkan list label yang mirip - mirip dan berkaitan.

Pada awalnya saya sempat bingung mencari cara menghapus label di Blogspot. hingga saya mencoba googling dan ternyata sangat mudah, begini :

1. Dari dashboard ---> Posting ---> Edit Entri / Edit Post


2. Disebelah kiri ada sederet list label, ambil contoh, anda ingin menghapus label "Kaskus"| pilih "Kaskus" ---> pilh 'Semua / Select All' untuk mencentang semua postingan dengan label "Kaskus" ---> lalu masuk ke Aksi Label, pilih opsi Kaskus di bagian 'Hapus Label / Delete Label', terletak paling bawah.

3.Untuk menambahkan label baru, tinggal pilih Label Baru / New Label, lalu tuliskan nama label baru tersebut.

4. Selesai sudah! Lanjuuuut...!

Minggu, 08 Mei 2011

Hedonisme Kikis Daya Kritis Mahasiswa

Yogyakarta - Berjalannya waktu membuat gaya hidup sebagian mahasiswa berubah. Dari mahasiswa yang tekun dan kritis menjadi mahasiswa hedonis. Hedonisme sendiri merupakan paham dimana seseorang menginginkan kesenangan. Hedonisme di kalangan mahasiswa marak karena mahasiswa merupakan kelas menengah yang dapat mengakses kemajuan teknologi informasi yang terus berkembang. Selain itu, kemampuan finansial membuat mahasiswa dapat memperoleh kesenangan yang diinginkannya.

"Hedonisme di kalangan mahasiswa sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan", jelas Ardin Jamaludin, aktivis mahasiswa dari Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) "APMD".

Sebagian besar mahasiswa, kini lebih banyak menghabiskan waktu di cafe, diskotik, atau mall dibandingkan perpustakaan atau laboratorium untuk belajar. Menurut Ardin, banyaknya cafe atau diskotik di lingkungan kampus semakin memperparah hedonisme di kalangan mahasiswa. "Harusnya pemerintah daerah mengatur lingkungan kampus, sehingga dapat membatasi tempat - tempat yang dapat memancing mahasiswa untuk hidup hedon," jelasnya.

Halili Hasan MSi, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi (FISE), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dalam sebuah kesempatan mengatakan tantangan yang dihadapi DIY bersumber pada aspek fundamentalisme pasar.

Fundamentalisme pasar inilah yang menyebabkan munculnya budaya konsumerisme, hedonisme, pragmatisme akut, serta musnahnya laboratorium sosio - akademik. "Secara geopolitik banyak pihak yang berkepentingan dengan Yogyakarta, banyaknya cafe dan tempat hiburan yang berdiri di Yogyakarta dan berada dalam jarak yang relatif dekat dengan kampus diindikasikan sebagai upaya untuk menurunkan kualitas sumber daya pendidikan yang ada di Yogyakarta", jelas Halili.

Ardin kembali menambahkan, untuk menahan laju hedonisme di kalangan mahasiswa, kampus memiliki peran penting. Kampus haruslah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk berkreativitas. Oleh sebab itu, kampus wajib memberikan fasilitas bagi organisasi mahasiswa untuk beraktivitas yang positif. "Organisasi mahasiswa dapat dijadikan penahan laju hedonisme di kalangan mahasiswa, juga merupakan jembatan mahasiswa untuk mengasah daya kritisnya," jelas Ardin yang juga aktivis pers di kampusnya.

Rusnandari SE MSi, dosen Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) mengatakan bahwa yang penting dilakukan adalah memupuk kesadaran individu mahasiswa. Kesadaran akan hakekat hidupnya di dunia, agar memiliki kendali sehingga hedonisme dan konsumerisme tidak semakin merebak.

"Mahasiswa harus bisa mengatur uang sakunya untuk bersikap hemat, bisa membedakan apa yang perlu dan tidak perlu. Sehingga dapat membeli barang yang betul - betul dibutuhkan, bukan yang diinginkan," tuntas Rusnandari. 



Artikel ini saya comot dari koran Kedaulatan Rakyat, Edisi 25 - Selasa, 3 Mei 2011.
Lanjuuuut...!

Senin, 02 Mei 2011

UN, Bernilai atau Sekedar Nilai

Holla,

Beberapa hari yang lalu para siswa siswi SMP dan SMA di Indonesia telah mengikuti Ujian Nasional (UN). Seperti yang saya (dan alumni 2006 lainnya) lakukan lima tahun yang lalu. Dimana tuntutan terhadap nilai NEM dengan standar yang tinggi (dan semakin meninggi, mungkin hingga standar NEM mencapai 10, apa yah? :))

Ribuan peserta UN melakukan persiapan, mulai dari persiapan yang 'halal' hingga persiapan yang 'tidak dianjurkan', mulai dari persiapan yang terlihat hingga persiapan yang 'tak kasat mata'. Tapi saya yakin, yang menjadi dasar sebagian besar bagi para siswa siswi ini adalah ketakutan terhadap ketidakulusan. Jaminan terhadap suatu kelulusan ini memang terkadang agak sulit didapatkan bagi sebagian besar siswa siswi. Terutama melihat dari standarisasi NEM yang agak tinggi.
Konsep UN ini pun, menurut saya, tidak begitu cocok menjadi penentu kelulusan dikarenakan sebagai berikut :
1. UN hanya mengevaluasi dan mengujikan pendidikan pada tahap akhir, tanpa mengikutsertakan nilai - nilai selama proses pembelajaran, seperti nilai - nilai ujian harian dan ujian umum.   

2. Pemerataan standar UN di lingkungan pendidikan Indonesia yang tidak merata. 

3. Banyaknya kecurangan - kecurangan di dalam pelaksanaa UN yang masih belum bisa diatasi, bahkan diminimalisir hingga sekarang.

4. Dan yang pasti adalah sebuah pelanggaran hukum apabila UN tetap dilanjutkan, sebab pada tahun 2009, MA telah menolak kasasi pemerintah tentang penyelanggaraan UN. 


Saya hanya berharap yang terbaik mengenai tindak lanjut pemerintah mengenai pendidikan di negeri ini. Saya sangat yakin, proses pendidikan yang baik tidak bisa dicapai dibawah tekanan dan ketakutan. Apalagi dengan melihat kecurangan - kecurangan yang terjadi di lapangan, melihat siswa yang membeli kunci jawaban UN, guru yang me'lulus'kan siswanya, pengawas yang membocorkan jawaban, dan lain - lain. 

Apabila pemerintah tidak mampu menawarkan sistem pendidikan yang lebih baik dari ini, maka ini adalah bentuk pelanggaran UUD 1945, pasal 31 ayat 3, yang berbunyi ;

''Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang"

100% saya yakin kita tidak bisa meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa di atas bayang - bayang kecurangan dan kebohongan. 
Lanjuuuut...!

Jumat, 29 April 2011

Wireless vs Wireline


Teknologi wireless (tanpa kabel) kini telah menjamur. Hal ini sangat membantu penetrasi pendekatan internet ke masyarakat. Hanya dengan bermodalkan modem wireless seharga kurang lebih Rp. 400.000 -an dan kartu perdana mulai dari Rp.30.000 - Rp.200.000 an kita sudah mampu menikmati layanan internet broadband. 
Banyaknya pilihan yang ditawarkan para operator seluler semakin meramaikan persaingan antara operator. Para operator pun berlomba - lomba memberikan investasi penuh untuk layanan nirkabel ini karena diangga lebih murah dan efisien. Sangat wajar jika dikatakan lebih murah dan efisien, misalnya saja, untuk satu sambungan telepon membutuhkan sambungan kabel sedikitnya $500, dibandingkan dengan wireless yang hanya $7 per sambungan.
Pelanggan telepon kabel pun tidak pernah berkembang dan stagnan. Contoh nya, pelanggan Telkom yang 'jalan di tempat' di kisaran 8,7 juta pengguna dan Indosat di kisaran kurang dari 100 ribu pengguna. Sangat berbeda dibandingkan dengan angka pengguna wireless mereka, Flexi mempunyai 18 juta pengguna dan StarOne mempunyai 700 ribuan pengguna. 

Namun bisnis jaringan kabel masih tetap dipertahankan, karena ini adalah bisnis warisan. Sangat disayangkan jika harus menutup bisnis kabel yang telah menghabiskan investasi triliunan dollar ini tanpa adanya pengembangan.
Lagipula untuk kebutuhan data pita lebar yang besar dengan akses yang cepat dan stabil hanya bisa didapat pada koneksi yang stabil dan dedicated. Hal ini lah yang belum bisa dipenuhi oleh teknologi wireless meskipun sudah memasuki era 3G. Di negara - negara maju Eropa dan Amerika, layanan ini masih dipertahankan, meski layanan wireless tetap tersedia luas.
"Masa depan broadband itu sejatinya ada di teknologi kabel, bukan di nirkabel", kata Setyanto P Santosa, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL). Ia mendesak pemerintah dan operator memberikan porsi lebih kepada infrastruktur broadband wireline. Imbauan ini direspon Telkom selaku BUMN dengan dimulainya proyek pembangunan Telkom Nusantara Super Highway senilai Rp.150 triliun. Ini merupakan proyek infrastruktur teknologi komunikasi informasi (ICT) berbasis optical network platform dengan kombinasi pembangunan jaringan serat optik baru sepanjang 47.099 km. 
“Proyek ini adalah wujud pembangunan infrastruktur broadband nasional agar masyarakat bisa menggunakan akses data kecepatan tinggi ini untuk hal yang bisa meningkatkan perekonomian dengan harga terjangkau,” jelas Direktur Network and Solutions Telkom, Ermady Dahlan.

Menurutnya, pembangunan infrastruktur broadband harus diakselerasi karena berdasarkan riset yang dipaparkan Telkom, setiap peningkatan 1% penetrasi broadband, tenaga kerja yang terpakai naik 0,2% hingga 0,3%. Sedangkan setiap investasi sebesar US$ 1 untuk broadband, maka masyarakat akan mendapatkan keuntungan 10 kali lipatnya.

”Dari hasil kajian di 120 negara selama 1980-2006 telah terbukti setiap kenaikan 10% dari penetrasi broadband akan meningkatkan Gross Domestic Product (GDP) 1,21% di negara maju dan 1,38% untuk negara berkembang. Saya sendiri memperkirakan setiap pertumbuhan 10% dari broadband di Indonesia memberikan dampak tidak langsung mencapai Rp 500 triliun,” jelas Ermadi.

Dari infrastruktur jaringan backbone dalam proyek Telkom Nusantara Super Highway itu, akses data dan internet nantinya akan disalurkan ke rumah-rumah melalui teknologi Fiber to the Home (FTTH). Proyek yang ditargetkan rampung tahun 2015 nanti, untuk tahap awal akan menyasar sambungan ke 60 ribu household (rumah tangga).

"Saat ini, dalam proyek Telkom Nusantara Super Highway yang 25% di antaranya ikut kami kerjakan, akses jaringan wireline yang tersedia sudah mencapai 10 ribu sambungan sejak dibangun mulai November tahun lalu," ungkap Managing Director ZTE Indonesia, Nolan A Fan.

Dengan teknologi FTTH itu, Telkom nantinya bisa menyelenggarakan akses data pita lebar berbasis kabel optik di rumah-rumah dengan berbagai turunannya, seperti penguatan akses internet broadband Speedy, dan siaran melalui akses internet atau IPTV (internet protocol television) dalam waktu dekat.

Telkom sendiri meski belum merampungkan proyek pembangunan FTTH-nya secara keseluruhan, sudah berani mengkampanyekan keandalan Speedy sebagai layanan internet cepat real unlimited.

"Telkom betul-betul menyediakan layanan internet tanpa batas, yakni tanpa batas waktu maupun kuota," tegas Operation Vice President Public Relation Telkom, Agina Siti Fatimah.

Menurutnya, dengan kualitas jaringan dan akses internet yang bagus akan membuat pelanggan lebih loyal untuk menggunakan Speedy. Saat ini, Telkom telah melayani 1,7 juta pelanggan Speedy dan menargetkan jumlahnya akan meningkat menjadi 2,5 juta hingga 2,7 juta di akhir 2011 nanti seiring dengan peningkatan kapasitas jaringan.

"Tidak hanya dari sisi kecepatan akses yang ditingkatkan, tetapi juga bandwidth. Misalnya, pelanggan Speedy dengan kecepatan akses 1 Mbps, infrastrukturnya harus lebih bagus dari sekarang sehingga akses internetnya bisa lebih nyaman," tandas Agina.

Saduran detikInet
Lanjuuuut...!

Jumat, 11 Maret 2011

Statistik